SEJARAH ISLAM INDONESIA (PENDIDIKAN ISLAM)

Pendidikan Islam

Pesantren

RIKE APPRI YANTI

Rikeappr00@gmail.com

Pengertian Pendidikan Islam

            Muhammad Hamid An-Nashir dan Qullah Abdul Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan. Sementara itu Omar Muhammad At-Taumi Asy-Syaibani sebagaimana dikutip oleh M. Arifin, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan di alam sekitarnya.

Pengertian Pesantren

            Pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad jauh sebelum Indonesia merdeka dan sebelum kerajaan Islam berdiri”, ada juga yang menyebutkan bahwa pesantren mengandung makna ke-Islaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama.

Sistem Pendidikan Pesantren

            Sistem pendidikan yang ada di dalam pesantren mempunyai karakter yang mandiri. Hal itu bisa kita lihat dari pengajaran sorogan. Pengajaran sorogan di sini maksudnya adalah seorang kyai mengajar para santrinya secara bergiliran dari santri satu ke santri lainnya. Saat tiba gilirannya, santri mengulangi serta mengartikan kata yang sama persis dengan yang diucapkan kyai atau guru itu kepadanya. Metode penerjemahan ini dibuat supaya mereka bisa dengan mudah mengerti dan memahami baik dari segi arti ataupun fungsi kata dalam rangkaian kalimat dalam bahasa Arab.

            Dalam sistem itu, para santri harus melakukannya secara berulang-ulang dan hanya boleh menerima tambahan pelajaran apabila sudah mendalami atau menguasai pelajaran sebelumnya. Sorogan bisa diartikan sebagai sistem yang paling sulit dari keseluruhan sistem pengajaran yang ada di pesantren, hal ini disebabkan dalam sorogan para santri dituntut untuk sabar, rajin, taat, dan disiplin. Selain sorogan dalam pesantren juga sangat familiar dengan yang namanya pengajian weton dimana sang kyai bersila di lantai masjid atau di teras rumahnya membaca atau menjelaskan tentang hal-hal yang bersifat keagamaan dan para santrinya mengerumuninya sambil mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh kyai tersebut. Dalam pengajian sorogan, metode yang digunakan adalah masih dilanjutkan dengan cara memberi kuasa kepada para ustadz untuk melaksanakannya di bilik atau kamar mereka masing-masing. Dan lama kelamaan maka pengajian weton digantikan ke pengganti kyai (badal), jadi hanya pengajian weton dengan teks utama yang diberikan oleh sang kyai. Seiring dengan perkembangannya, sistem klasikal digunakan dalam proses pembelajaran sebagai pembaharuan dari model sorogan serta model weton (Wahjoetomo, 1987: 82; Matsuhu, 1994: 61).

Keunggulan Pesantren

            Menurut Iskandar (2010) pesantren memiliki berbagai keunggulan, antara lain:

1) Misi pendidikan lebih banyak ditekankan pada aspek moralitas dan pembinaan kepribadian;

2) Kultur kemandirian dalam interaksi sosial;

3) Penguasaan literatur klasik yang sarat dengan nilai dan pesan moral yang berguna bagi pengembangan peradaban yang beretika;

4) Kharisma kiai sebagai manajer dan pengasuh lembaga pesantren menjadikan panutan dan teladan dalam kehidupan sehari-hari; dan

5) Hubungan kiai dan santri yang bersifat kekeluargaan dengan kepatuhan yang tinggi.

                Banyak Contoh Pesantren yang berhasil Menyelenggarakan program pembelajaran salah Satunya yaitu Pesantren Gontor.

 

 


Daftar Pustaka

Muhroqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009)

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987)

Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spritual Pendidikan, (Yogyakarta; Tiara Wacana Yogya, 2002)

Jurnal Tarbawi: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 15, No. 01, Juli 2019, pp. 11-21

Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X

 

 

Komentar